Director : Jean-Luc
Godard
Producer : Georges de
Beauregard
Writer :
Jean-Luc Godard
Based on : François Truffaut’s original treatment
Cinematographer :
Raoul Coutard
Music by :
Martial Solal
Editor :
Cécile Decugis &
Lila Herman
Jean-Luc Godard merupakan
salah satu pionir dari masa La Nouvelle Vauge (Inggris: French New Wave).
Terinspirasi dari Neo-Realisme Italia, Breathless
dibuat dengan gaya yang dianggap unik pada saat itu – menggunakan jump cut, menggunakan kursi roda, minim
alat lighting, dan sistem kerja yang
unik. Film berdurasi 90 menit ini masih memberikan pengaruh sampai ke dunia
sinema sekarang; Teknik jump cut
dipakai oleh para youtuber untuk
membuat tempo berbicara mereka lebih cepat; Penggunaan minim alat lighting menginspirasi para independent filmmaker dan gerakan Dogme 95.
Setting
dari film ini adalah di Perancis tahun 1950an. Kita dapat melihat teknologi dan
suasana dari setting tersebut. Contoh
setting yang mendukung tahun tersebut
adalah radio. Pada zaman itu, televisi masih dianggap mahal – hanya masyarakat
atas yang meiliki televisi. Namun semua orang memiliki radio. Radio digunakan
oleh film ini sebagai salah satu point
dari Mise en Scene 1950an.
Godard menginginkan film
yang terkesan documentary atau bisa
disebut pendekatan realisme, seperti shooting
on location. Jadi Godard membuat film tersebut dengan pengeluaran yang
seminim mungkin. Hal ini memaksa cinematographer
Raoul Coutard untuk berinovasi. Coutard menggunakan 35 mm film HPS milik Ilford
yang peka terhadap cahaya, namun pada saat itu hanya tersedia hanya untuk
kamera fotografi. Coutard menggabungkan setiap roll film fotografi tersebut sehingga menjadi roll film untuk kamera sinema. Setelah itu, Coutard menaikkan
ISO/ASA dari 400 menjadi 800. Film ini lalu dimasukkan ke dalam kamera merk Eclair – merekam hitam putih dengan Academy Aspect Ratio (1.37:1 atau 4:3)
dan 24 Frame Per Second. Karena
mereka hitam putih, maka hasil kontrasnya akan tinggi dengan brightness yang
juga cukup tinggi di siang hari dan brightness rendah untuk di dalam ruangan
atau malam hari.
Film ini hampir setiap shot-nya menggunakan handheld. Terlihat sekali bagaimana film
ini menggunakan komposisi Rule of Thirds.
Contoh yang paling terlihat adalah komposisi saat Michel berjalan dengan
Patricia (two shot) dan saat Patricia
berkaca di toilet.
Masalah yang timbul karena
penggunaan kamera Éclair adalah
kebisingan dari mesin kameranya. Sebagian besar suara dari film in harus
direkam ulang melalui ADR (Automated
Dialogue Replacement) dan Foely –
dan semuanya merupakan Diegetic Sound.
Contoh Non-Diegetic Sound dari film ini adalah penggunaan
musik untuk menaikkan emosi atau pembukaan dan penutupan dari film.
Cutting dari
film ini tidak menggunakan gaya yang “bermacam-macam”, hanya Intercut secara
kronologis cerita. Film ini juga menggunakan sequence shot tanpa diganggu oleh cut ataupun jump cut.
Biasanya dipadukan dengan teknik tracking
menggunakan kursi roda. Contohnya saat Michel bertemu dengan Patricia atau pada
saat Michel bertemu Tolmachoff. Film ini juga menggunakan intercut yang terlihat tidak lazim, atau lebih tepatnya kadang
membuat orang bingung. Contohnya saat Michel berusaha mengambil senjata dari
mobil curiannya yang mogok, menembak polisi, dan berlari di sebuah lapangan. Cutting dari adegan tersebut membuat
beberapa orang bingung, karena melanggar 180
degree rule.
Secara keseluruhan, film
ini terlihat memang terlihat seperti bermain-main. Sistem kerja yang dilakukan
oleh Godard memang tidak lazim – tidak mengikuti standar industri. Banyak orang
mengaku cara kerjanya tidak rapih, namun Assistant
Director Pierre Rissient mengaku cara kerja Godard sangat terorganisir,
dengan kata lain rapih. Tetapi sebagian besar penonton hanya melihat sebuah
film dari hasilnya, bukan prosesnya (sayangnya mainstream audience seperti itu). Maka film ini bisa dianggap
sukses kalau dilihat dari dampaknya.
Lalu bagaimana dengan
pendapat diri saya personal dengan film ini? Apakah film ini baik untuk cara
kerja saya ke depannya?
Jika Anda bertanya seperti
itu, maka “YA”.
Film ini menggunakan
teknik jump cut yang mempunyai dampak
bahwa orang-orang tersebut akan berbicara dengan tempo cepat. Jika saya merekam
orang wawancara, saya lebih suka melihat orang berbicara dengan tempo yang
cepat, apalagi jika orang itu adalah orang yang superior. Biasanya yang saya
potong adalah bagian “Ehhmmm…” atau “Hmmmm…” dari dialog orang tersebut.
Potongan-potongan ini akan memberikan kesan konsistensi dari orang yang
berdialog tersebut.
Selain dari teknik jump cut tersebut, saya tidak akan
menggunakan teknik cutting yang
bermain-main seperti yang dilakukan Godard. Saya merasa bingung atau terbawa
keluar dari ruang cerita kadang kali saat menonton film ini. Tugas saya sebagai
orang yang suka bercerita adalah menyalurkan cerita tersebut dengan jelas!
Selain
itu adalah minimnya penggunaan alat lighting.
Teknik ini dilihat oleh para independent
filmmaker, termasuk diri saya sendiri. Dengan merekam hitam-putih, kita
tidak perlu bermasalah dengan warna. Kita hanya harus fokus dengan lighting dari frame kita – hilanglah satu beban dari proses pembuatan film.
Namun, kita tetap harus bisa membuat kontras dan brightness yang seimbang sehingga penonton dapat melihat isi dari frame kita. Selain itu, style yang bisa saya tuju dari
penggunaan hitam-putih adalah neo-noir
(sebagai style bukan genre).
Yang saya paling tidak
suka dari film ini adalah sistem kerjanya. Godard membuat script, namun script
itu tidak dikuti sepenuhnya. Ia memberikan dialog yang baru selama proses
shooting berlangsung. Para aktor dan aktris harus berimprovisasi. Beberapa
orang tidak merasa nyaman dengan cara kerja seperti ini. Saya sudah terbiasa
dengan sistem kerja industri yang memiliki batasan untuk menjaga diri kita agar
sesuai dengan jalurnya. Godard menggunakan caranya sendiri yang dia anggap
baik, iapun menyimpan catatan-catatan kecil dalam bukunya. Namun jika dilihat,
film ini kadang tidak terlihat konsisten, karena banyak dari cast dan crew tidak mengerti harus melakukan apa. Tugas seorang sutradara
adalah mempersatukan pemikiran dari sebuah tim pembuat film. Contoh kasus pada
film ini adalah pemeran Patricia, Jean Seberg, memiliki hubungan yang tegang
dengan Godard ketika mengeksekusi cara acting
Seberg di akhir film; Seberg menginginkan acting
yang emosional – tegang, keras, dan penuh amarah; Godard menginginkan acting yang tenang.
Namun, proses yang spontanitas
dari film ini memberikan cara tambahan untuk membuat film. Cara ini dapat
dilaksanakan dalam film yang berskala kecil. Contohnya seperti film hitam-putih
saya yang saya rekam dan saya post di
akun Instagram saya (@henry.ali). Proses dari pembuatan film hitam-putih
tersebut sangat spontan; Saya tidak menulis script, namun saya membuat sebuah
atau beberapa outline di dalam
otakku. Hasilnya cukup memuaskan. Cara spontan ini juga berguna untuk shooting sebuah dokumentasi. Shooting dokumentasi berarti kita harus
menangkap moment yang hanya terjadi
sekali. Kita harus bisa berpikir cepat dan siaga. Kegunaan dari proses berpikir
spontanitas ini juga berguna ketika kita mengalami masalah dalam tahap produksi
film. Di set sebuah film, tiba-tiba
seorang aktor tidak dapat hadir, atau kita mengalami kerusakan teknis, dan kita
harus mendapat shot itu di hari itu
juga. Proses berpikir spontanitas dapat membantu kita untuk mengatasi masalah
ini.
Sumber:
This article is truly my opinion. If you disagree with this (and that’s alright), you can always tell me how you feel in the comments below and also, thanks for reading!
No comments:
Post a Comment