Friday, February 5, 2016

M (1931) - Film Form Analysis (In Indonesian Language)

This article was made for my study at Institut Kesenian Jakarta, It would be a shame if only my lecturer who was the only one who have read my writings.


Director                                   : Fritz Lang
Producer                                 : Seymour Nebenzal
Writers                                    : Fritz Lang, Thea von Harbou, Paul Falkenberg, Adolf Jansen,
            Karl Vash
Cinematographer                  : Fritz Amo Wagner
Music by                                 : Edvard Grieg
Editor                                       : Paul Falkenberg

Inilah film suara pertama yang dibuat oleh sutradara Jerman, Fritz Lang. Film ini dianggap salah satu film yang membuka mata dunia. Fritz Lang dan istrinya, Thea von Harbou, melakukan riset yang mendalam demi pembuatan dari film ini. Mereka mencari ide dan beberapa unsur lainnya untuk membuat isi dari film tersebut dekat dengan realitas. Lang menganggap film ini sebagai film terbaiknya.

Film ini menceritakan seorang pembunuh anak yang berkeliaran di kota Berlin. Kita mengikuti proses perkembangan cerita yang kompleks, yaitu melalui berbagai macam karakter – polisi, gangster, masyarakat umum, bahkan sang pembunuhnya sendiri. Protagonis dari film ini bermacam-macam, namun yang utama adalah anti-hero pembunuh anak kecil, Hans Beckert yang dimainkan oleh Peter Lorre. Dari sisi polisi, kita mengikuti Inspector Karl Lohmann yang dimainkan oleh Otto Wernicke dan dari sisi gangster, kita mengikuti Der Schränker (The Safecracker) yang dimainkan oleh Gustaf Gründgens.

Film berdurasi hampir 2 jam ini, ber-setting pada dunia modern 1930-an, dengan plot duration kurang lebih seminggu. Fritz Lang memilih plot dengan baik. Lang menjaga agar sebab-akibat (kausalitas) dari film ini sesuai dengan perkembangan cerita dan masuk akal. Lang memilih dunia modern karena sifatnya lebih umum, jangkauannya luas, dan sifat informasinya unrestricted atau longgar. Dengan ini Lang dapat berinovasi dan memuat kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi secara realitas di dalam kehidupan penonton-penonton. Struktur ini merupakan art cinema naration.

Lang memulai film dengan anak-anak yang sedang bermain sambil menyanyikan lagu tentang pembunuhan anak, lalu kamera berpindah kepada sebuah poster tentang pembunuh anak, akhirnya Lang berpindah kepada seorang ibu yang menyuruh mereka berhenti untuk menyanyikan lagu seram tersebut, namun anak-anak tersebut masih menyanyikan lagu tersebut setelah ibu itu pergi. Establishing dari latar belakang cerita dapat terlihat dalam satu continuous shot tersebut. Kita mempelajari bagaimana adanya seorang pembunuh, bagaimana para orang tua khawatir, bagaimana anak-anak masih banyak yang belum mengerti dengan bahaya yang sedang terjadi. Tempo cerita lalu berpindah dari pembunuhan baru, kejadian-kejadian saling curiga dalam masyarakat, kerja keras para polisi, dan lunaknya evidensi untuk mencari pembunuh anak. Tempo-tempo ini masuk ke dalam tahap pengenalan situasi cerita.

Selanjutnya, cerita berkembang dengan rapat antar anggota gangster yang diceritakan secara pararel dengan rapat antar kepala polisi. Dari rapat tersebut, transisi berubah dari pengenalan menjadi perkembangan lanjutan dari cerita, atau disebut dengan Rising Action. Rapat dari gangster menimbulkan gerakan untuk mencari sang pembunuh di luar tangan para autoritas resmi dan rapat dari para kepala polisi menimbulkan investigasi yang memusatkan pada orang-orang yang memiliki masalah psikologis. Perkembangan selanjutnya, kita melihat Hans mulai mencari mangsanya lagi. Hans diberikan tanda “M” pada bajunya sebagai tanda pembunuh (M=Morder, Inggris: Murderer). Kemudian dari tanda tersebut, Hans dikejar oleh anak buah para gangster. Penutupan dari tahap ini adalah Hans yang ketahuan mengumpat di sebuah tempat kerja.

Perkembangan climax dari cerita terlihat pada adegan pengadilan yang dibuat oleh para gangster – Hans tertangkap dan diadili secara tidak adil. Hans membela dirinya dengan menjelaskan situasi dirinya yang tidak stabil. Lalu konflik ditutup dengan kedatangan polisi.

Film tersebut lalu ditutup dengan adegan pengadilan Hans yang dilakukan secara resmi dan sebuah monolog dari seorang ibu yang anaknya telah dibunuh oleh Hans.

Penceritaan yang kompleks dari film ini memberikan banyak pesan – tergantung bagaimana sudut pandang orang yang melihat dari film tersebut. Secara umum, film ini memberi pesan bahwa “kita tidak boleh membunuh.” Namun secara khusus kita juga diberitahu bahwa “seorang penjahat juga manusia.” Banyak sekali turunan pesan dari film layar lebar ini. Lang, bersama dengan istrinya, telah menyajikan sebuah cerita yang dibuat dengan riset yang memakan tenaga dan waktu. Usaha mereka menjadi dasar bagi para penulis untuk mendekatkan diri mereka dengan topik yang mereka dalami; Mereka membuat batasan dan mengumpulkan ide; Mereka membangun fondasi dari cerita secara matang dan memiliki isi; Mereka berusaha menghayati atau menempatkan diri mereka dengan para pelaku. Hal-hal tersebut menjadi harus untuk membuat sebuah cerita dengan topik yang masih dianggap asing oleh penulis.

Lalu, bagaimana dampak dan sebagaimana efektif dari konsep penceritaan film ini?

Film ini tentu saja memberikan dampak secara signifikan kepada dunia industri. Standar industri menjadi lebih tinggi – mereka menuntut sebuah cerita yang memiliki “berat” akan informasi dan pesan. Usaha para penulis juga dituntut untuk dimaksimalkan. Contoh-contoh usaha tersebut terlihat sampai ke dunia sekarang, seperti: Paul Schrader dengan skenarionya Taxi Driver (1976) atau Jonathan Nolan dengan skenarionya Interstellar (2014). Kedua film tersebut “dipoles” dengan riset yang mendalam.

Yang menjadi perhatian saya adalah protagonis utama dari film ini. Protagonis utama dari film ini tidak memiliki sifat orang yang baik, namun sebaliknya. Istilah dari karakter tersebut adalah anti-hero. Tetapi, dengan munculnya anti-hero­, proses penceritaan akan menjadi lebih sulit. Pada dasarnya manusia memiliki sifat yang baik, mereka semua ingin masuk Surga. Kita sudah terbiasa “mengaca” dengan protagonis-protagonis yang memiliki sifat yang baik. Tetapi, apakah kita akan terbiasa “mengaca” dengan para anti-hero? Disinilah Lang dapat menjelaskan dengan baik.

Hans merupakan seorang pembunuh, namun seorang pembunuh harus memiliki motif untuk membunuh – walaupun motif tersebut hanyalah “suka membunuh.” Disini kita dapat melihat Hans sebagai manusia, bukan hanya secara fisik, namun juga secara mental. Hans tidak dapat menahan keinginan untuk membunuh. Dalam perkembangan cerita, ada beberapa saat, dimana ia mencoba menahan keinginan tersebut dengan meminum alkohol. Namun keinginan tersebut tidak dapat tertahankan lagi. Hans mengeluarkan penyesalannya saat diancam untuk dibunuh. Monolog Hans menjadi perhatian utama dari film tersebut. Disini Lang memanusiakan pembunuh tersebut. Lang membuat Hans menjadi manusia yang rapuh pada adegan tersebut, bukan sebagai seorang pembunuh yang seram.

Selain itu, ibu dari Elsie, yang hanya membuka dan menutup film, dapat diidentifikasi dengan baik walaupun memiliki waktu tampil yang sedikit. Kita dapat merasakan bagaimana menunggu seorang yang kita sayangi dan orang tersebut tidak pulang. Dan kita dapat merasakan bagaimana perasaannya jika kita sudah melihat pembunuh dari orang yang kita sayangi.

Konsep penceritaan dari film ini tidak berfokus pada satu protagonis saja. Tetapi apakah ini menjadi hal yang efektif dari proses penceritaan? Tentu saja, namun kita menjadi susah untuk mengidentifikasikan diri kita terhadap beberapa protagonis tersebut. Kita, sebagai penonton, membutuhkan waktu untuk mengidentifikasikan diri kita dengan para protagonis. Hal tersebut menjadi susah ketika waktu sangat terbatas. Saya sendiri susah beridentifikasi dengan para protagonis. Saya hanya dapat beridentifikasi dengan Hans dan Ibu dari Elsie.

Di dalam film ini, Lang membuat sebuah cerita dunia modern yang kompleks dan berisi. Kemudian Lang juga memberikan pesan yang baik untuk kita – Lang menganggap semua orang adalah manusia yang baik dan setiap orang memiliki gangguannya masing-masing.

Sumber:


This article is truly my opinion. If you disagree with this (and that’s alright), you can always tell me how you feel in the comments below and also, thanks for reading!

No comments:

Post a Comment